Selesai menjalankan sholat subuh pagi itu, aku menyempatkan untuk membaca al-Quran sebentar. Kulihat jam menunjukkan pukul 04.50, masih ada sedikit waktu pikirku. Aku buka kitab suci miliku, kueja huruf per huruf yang terangkai menjadi satu ayat indah.
"BRAAKK !!" terdengar pintu rumahku dibuka secara paksa, aku terkejut dan lari melihat asal suara.
"Dari mana saja kamu, mas?" ternyata suamiku pulang pagi itu, dia tak menjawab pertanyaanku.
"Siapkan air hangat, aku mau mandi" perintahnya. Bau alkohol tercium dari mulutnya, aku sudah menduga kalau suamiku mabuk lagi pagi ini.
"Kamu mabuk lagi, mas?" tanyaku sambil mempersiapkan air untuknya mandi. Tidak ada respon dari suamiku, kulihat dia telah rebahan di kamar. Aku diam saja tak bertanya-tanya lagi. Selang beberapa saat.
"HUUEXX" suara orang muntah terdengar dari dalam kamarku, aku bergegas ke dalam kamar.
"Astaghfirullahalladzim... mas, kenapa kau muntahi sajadahku?" kataku tercekat melihat pemandangan di kamar ku.
"Apa tak bisa kau tahan sebentar dan muntah ke kamar mandi?. tak jauh dari sini tempatnya, mas" lanjutku sambil menahan sesak di dada ku.
"Diam kau!" bentak suamiku, dibanting badannya secara kasar ke ranjang sambil terus mulutnya meracau tak jelas.
Aku hanya bisa mengelus dada, kubersihkan sajadah beserta lantai kamarku dari muntahannya. Sambil berderaian air mata mulutku terus bergumam beristighfar meminta kesabaran.
(**)
Kulihat tokoku lumayan ramai, tapi setelah sampai di buku laporan keuangan kenapa hasilnya pas-pas an. Malah bisa dibilang merugi. Uang yang ada tak cukup lagi untuk membeli barang atau menambah dagangan. Padahal modal baru saja aku tambah. Apa ada kebocoran di toko ya? gumamku sendirian.
"Ah, mungkin memang sedang sepi" kataku.
Kutepis pikiran-pikiran buruk tentang sebab keuangan toko amburadul. Tak mungkin pegawaiku berbuat curang, mereka pegawai terbaik yang pernah ada.
"Mbak toko sudah tutup, kami izin pulang dulu ya."
Anto masuk ke ruanganku membawa segerombol anak kunci toko.
"Iya, tinggalkan saja disitu, aku belum selesai" kataku kepada Anto, pegawaiku yang telah 4 th berjuang bersamaku merintis toko ini dari nol hingga sekarang.
"Ini kunci cabang juga, mbak" katanya kemudian.
Aku heran. Suamiku sudah pulang, kok tidak mampir, batinku.
"Makasih, nanti aku cek" ujarku kepada Anto.
Dia keluar ruanganku setelah berpamitan kepadaku.
Hanya ada aku sendirian di ruang itu, bersama dengan kertas-kertas laporan keuangan yang menyeriangai aneh terhadapku. Dulu, meski tokoku kecil keuangannya teratur dan disiplin. Mengapa sekarang bisa lepas kontrol begini? ini terjadi semenjak kami memutuskan membuka cabang, yang kini dikelola suamiku. Semakin hari semakin amburadul. Dan bukannya dia bertanggung jawab, malah jadi gila bola. Pertandingan yang tidak disukai suamiku, tapi tidak untuk sekarang. Aneh.
Tit tit tit Hp ku berderik ketika ada sms masuk.
From : 081726xxx
To : 08564xxx
"Jangan tunggu aku pulang, mau kerumah Adi, istrinya melahirkan."
Sms dari suamiku. Aku merasa kecewa, baru kemarin dia pulang pagi, hari ini pulang terlambat lagi.
Kubalas smsnya.
From : 08564xxx
To : 081726xxx
"Ya, jangan pulang terlalu malam. Jangan lupa makan dulu, Miss you."
Sengaja kububuhkan kata-kata mesra di sms ku, agar suamiku sadar bahwa kami sudah terlalu lama tak ada waktu berdua.
Tit tit tit balasan sms datang.
From : 081726xxx
To : 08164xxx
"Ok, kamu juga. Miss you too."
Senyumku terkembang saat membaca sms dari suamiku. Semoga dia benar -benar kangen aku. Batinku sumringah. Segera kurapikan kertas-kertas di atas meja dan aku ingin cepat pulang.
Sesampainya dirumah
"Loh mas, katanya ke rumah Adi, kok sudah pulang?" tanyaku heran melihat suamiku asyik duduk di depan TV, bukan di rumah Adi seperti sms nya tadi.
"Sudah pulang." jawabnya singkat tanpa mata beralih dari TV yang sedang menyiarkan pertandingan sepak bola.
"Sudah makan, mas?" tanyaku. Dijawab dengan anggukan kepala oleh suamiku.
Kubuatkannya teh manis dan kuhidangkan bersama se-toples kue untuk menemaninya nonton TV.
"Sialan, kalah lagi. 2jt melayang nich" suamiku bergumam lirih yang ternyata cukup jelas tertangkap telingaku dan membuatku tersentak.
"Apa, mas? maksudmu, kamu taruhan bola, mas?" Kukeluarkan suara agak keras kali ini.
"Nggak kok, cuma mainan aja" elak suamiku membela diri.
"Mainan katamu? 2 juta mas, pantas saja keuangan toko jadi berantakan. Ternyata ini penyebabnya." Kataku emosi.
"Tenang saja, nanti juga kembali kok" suamiku mencoba menenangkanku.
"Kapan, mas? nunggu toko bangkrut dulu?" tanyaku sinis.
Suamiku tak mendebat lagi, yang dilakukan hanya berdiri, mengambil kunci mobil dan lalu pergi.
Bersambung.
0 Suara:
Posting Komentar