Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 29 September 2011

Fiksi Seksi ¤G.A.L.A.U¤ by Rama.

"Ram, sini turun Nak. Papa mau bicara"

Aku mendengar panggilan Papaku. Sepertinya dari ruang baca. Segera kurapikan sajadahku dan bergegas pergi ke arah Papa.

"Ya Pa. Rama dipanggil?" Tanyaku berdiri di depan pintu.

"Masuk Ram, duduk" Perintah Papa.

Aku menurut. Ku kelilingi sofa three in one di ruang baca itu dan aku memilih duduk di dekat rak buku.

"Ada apa, Pa?" tanyaku kemudian.

Laki-laki yang kupanggil Papa itu tersenyum. Lesung pipinya masih ada sampai sekarang. Gurat-gurat kelelahan tampak di keningnya. Meskipun rambutnya sudah beruban tapi selalu tersisir rapi ke belakang. Dia selalu tampak berwibawa di mataku.

"Bagaimana menurutmu calon yang papa pilihkan"

"Maksud papa Restu?" Tanyaku memastikan. Begitu banyak calon yang papa ajukan untukku.

"Ya, kamu tidak lupa kan?"

"Iya Pa, Rama ingat"

"Cantik ya"

Memoriku mem flash back kejadian 1 bulan silam, saat kami sekeluarga berkunjung ke rumah Restu bermaksud ta'aruf. Cantik dan sexy itu yang tertangkap pertama kali melihat Restu. Calon yang di pilihkan Papaku.

"Kalian masih berhubungan kan?"

Papa mengagetkanku dengan pertanyaannya. Aku tersenyum dan mengangguk.

"Papa harap kali ini cocok. Tak enak sama Pak Gunawan andai kali ini gagal, Ram"

Ada perasaan bersalah menyembul di dadaku. Aku menghargai usaha papa ku mencarikan jodoh, tapi dari kesemua calon yang ada, belum satu pun yang 'sreg' di hati.

"Cantik memang, tapi..."

"Rama, papa bingung sama kamu. Sudah banyak calon yang papa ajukan terhadapmu dan kesemuanya tidak buruk tapi kamu selalu tidak cocok. Yang begini lah, kurang ini lah, terlalu begitu lah" papaku mulai dengan keluhannya.

Aku jadi merasa tambah tak enak.

"Bukan begitu Pa, Rama sudah dewasa biarkan Rama memilih jalan hidup Rama sendiri" kataku menjawab kegundahan Papaku.

"Mau sampai kapan kamu memilih, Ram? ingat umurmu" kata Papaku.

"Rama tau Pa, berikan Rama waktu"

"Papa lihat Restu anak yang baik, sopan, pendidikannya tinggi, cantik pula. Cocok bila bersanding denganmu, Ram" kata papaku kemudian.

Pikiranku menerawang kemudian. Memang Restu cantik semua orang tau itu. Bahkan orang buta sekalipun bisa merasakan kecantikannya. Tapi entah kenapa hatiku tak tertaut kepadanya. Ada yang lain di penampilannya.

"Ram, kamu harapan Papa satu-satunya. Papa harap kamu tak mengecewakan Papa kali ini"

Tiba-tiba ada perasaan lain di hatiku. Perasaan bersalah yang teramat dalam.

"Ya, Pa kali ini akan Rama coba" kataku untuk menenangkan hati Papaku.

Bukan karena kecantikan Restu tak menarik hatiku tapi aku merasa sayang saja dan juga cemburu. Andai tubuh molek itu terbungkus gamis rapi, mungkin akan tenang aku melihatnya. Aku ngeri membayangkan betapa kemolekan tubuh calon istriku sering dinikmati oleh berjuta pasang mata secara gratis pula.

"Kapan terakhir kamu menelfon Restu, Ram. Papa harap dalam sebulan ini kalian sudah semakin dekat" Perkataan Papaku membuyarkan lamunanku

"Dua hari yang lalu Rama menelfonya, Pa"
kujawab pertanyaan papaku

Ya aku masih jelas mengingatnya. Telfon singkatku untuk Restu. Hanya ingin mencoba sedikit perhatian dengan mengingatkan dia agar jangan lupa sholat, belum selesai aku bicara telfon sudah di matikan. Bahkan salam ku pun gugup dijawabnya

"Bagus, papa berharap banyak pada hubunganmu kai ini, Ram. Jangan kecewakan papa"

Perkataan papaku membuatku menepis pikiran burukku tentang Restu, 'Astaghfirullah jangan suudzon, mungkin waktu itu lowbat' batinku menenangkan

"Iya Pa, Rama nggak akan kecewakan Papa. Rama akan berusaha lebih dekat dengan Restu."

Aku menyerah kali ini. bukan aku kalah, tapi lebih banyak karena perasaan tak enak hati. Andai bukan karena kebaikan Pak Subagyo orang yang ada di depanku kini, mungkin aku masih jadi gelandangan hidup di kolong jembatan. Tidak seperti sekarang hidup serba kecukupan.

"sering-sering lah kalian berkomunikasi, agar lebih dekat. Semoga yang kali ini tak kau tolak, Ram. Papa sudah tua ingin segera menimang cucu" ucap beliau.

Aku tersenyum simpul mendengar perkataan papaku. Kupandangi wajah lelah Pak Subagyo yang berwibawa ini. Sungguh pun aku tak ada maksud mengecewakan orang budiman ini, andai ada pilihan calon lain yang menutup auratnya, mungkin aku akan langsung menerimanya.

"He he he. Papa cucu terus yang dipikirkan"

"Papa sudah tua Rama, sudah saatnya istirahat.Papa ingin masa tua papa tetap ramai dengan adanya cucu-cucu. Maka cepat-cepatlah menikah dan mempunyai anak. Papa akan merasa lega karenanya"

"Iya Pa, Insya Allah"

Aku mengangguk kali ini, dalam hati aku berdo'a 'Tuhan andai Restu itu jodoh yang Engkau berikan untuku, aku ikhlas menerimanya. Aku tak ingin membuat Papaku ini selalu gelisah memikirkanku di masa tuanya. Orang yang sudah berbaik hati memungutku 30 tahun silam'

"Baiklah kalau begitu Pa. Rama kembali ke kamar lagi ya, tadi belum selesai baca Qur'annya" pamitku.

Pak subagyo mengangguk dan tersenyum simpul

"Ya, pergilah Nak"

Rabu, 28 September 2011

Fiksi Seksi ¤G.A.L.A.U¤ by Restu.

Aku tak menyangka Yoga bisa berpikir sedemikian mudah. Aku pikir dia mencintaiku begitu dalam hingga mau berkorban apa pun untuk ku. Tapi kenyataannya jauh. Kembali kuteringat percakapanku dengan Yoga di cafe tadi siang.

"Menurutku begitu lebih baik, Res" kata Yoga. Diteguk kopi pesanannya dan dia melanjutkan ucapannya.

"Kamu sudah hampir menikah, dan Aku sudah berjanji untuk tidak lagi mengganggumu"

"Tapi aku tak mencintai Rama, Ga. Aku mencintaimu dan ini anakmu."

"Aku tau ini berat, Res. Tapi apa kamu ingin hidup kita kelak sengsara selamanya?. Itupun kalau aku belum dibunuh oleh Ayahmu karena menghamilimu.

Yoga menyandarkan tubuhnya. Dibuangnya pandangan ke jendela seperti dia mau membuangku.

"Ga, sudah finalkah keputusanmu. Sampai di sini kah perjuanganmu akan cinta kita"

"Cukup Res, kita sudah janji waktu itu bahwa hari naas itu pertemuan kita yang terakhir."

Aku merasa tersinggung saat itu. Kuambil tas ku dan lalu kuberanjak meninggalkan cafe itu. Aku masih mendengar Yoga berteriak memanggilku namun tak kuhiraukan. Aku mulai muak atau bahkan sudah benar-benar muak. Aku muak pada laki-laki. Semuanya sama. Bangsat.

Yoga yang aku tau mencintaiku ternyata picik. Dia memintaku merahasiakan kehamilanku ini. Dan nanti saatnya tiba aku harus berpura-pura bahwa ini anak suamiku. Setidaknya calon suamiku Rama.

"Ah, dimanapun laki-laki itu sama" Teriak ku pada bayanganku di cermin.

Aku terdiam melihat pantulan wajahku. Kuamati dengan seksama, aku merasa tak ada yang aneh dengan wajahku dan terbilang sempurna. Cantik.

"Tit tit tit" Handponeku berdering, terlihat di layarnya "Rama calling". Surprice juga aku di buatnya.

"Hallo"

"Assalamualaikum" Rama mengucapkan salam.

Deg. Sudah lama sekali aku tak mengucapkan itu. Ada keraguan menyeruak di dadaku untuk menjawab tapi panggilan Rama mengejutkanku.

"Assalamualaikum, Res. Kok tidak di jawab"

"Wa.. wa.. walaikumsalam"

"Nah, gitu dong. Kalau ada ucapan salam bagi sesama muslim itu wajib hukumnya menjawab"

Jiah mulai deh Rama berda'i ria. Malas aku mendengarnya. Kutanyakan ada apa maksud dia telfon malah ceramah panjang lebar yang kudengar.

"Klik" kumatikan telfon saat itu juga sebelum Rama semakin panjang berceramah.

"Sok suci lo." Makiku kepada handphone ku kali ini. Aku benar-benar muak digurui.

Kubaringkan tubuhku di ranjang putihku, seperti rumah sakit memang tapi aku suka. Karena putih itu suci.

"Hah, Suci" Aku membatin.

"Sucikah aku?"

Kuelus perutku yang masih rata, sebentar lagi perut ini akan mengembang dan makhluk mungil berada di dalamnya. Yang entah benih siapa. Entah Yoga atau yang lain. Aku lupa.

"Dingin" kataku pada diriku sendiri. Kuamati AC dalam kamarku, berada di titik normal tapi aku merasa kedinginan.

"Oh please, jangan sekarang" batinku

Kuacak-acak dalam tas ku mencari sesuatu tapi tak ku temukan. Kuobrak abrik laci pun tak ada.

"Sialan. Kenapa harus sekarang" Runtukku.

Aku benar-benar merasa dingin, tubuhku mengginggil, tulang-tulangku serasa remuk. Aku butuh barang itu. Sekarang.

Kuraih handphoneku.
Aku harus menghubungi Andra, sebelum aku mati.

"Halo, Ndra"

"Res, ada apaan?"

"Gue mau barang ndra, ada nggak?"

"Ada uang ada barang."

"Ndra please. Gue butuh banget"

"Sori Res, kali ini gue nggak bisa bantu. Gue lagi butuh duit buat bayar kuliah"

"Ndra, kali ini aja bantu gue. Besok semua gue bayar. Gue sakaw, Ndra"

"Bukannya gue nggak mau bantu, Res. Tapi barang gue tingggal dikit. Kemarin udah gue buat pesta ama anak-anak. Atau gini aja, gue punya kenalan dia punya barang banyak dan bagus"

"Iya dech Ndra tolong bantu gue"

Terdengar Andra bercakap-cakap dengan seseorang, tapi aku tak begitu jelas mendengar. Aku terlalu sakit untuk mendengar lebih jelas lagi. Tulangku bagai ada yang menusuk-nusuk. Linu dan Dingin. Sakit.

Setelah sekian lama

"Halo, Res. Lo masih ada disitu" kata Andra kemudian

"Iya. Halo" jawabku semakin lirih

"Ada barangnya, Res. tapi ada syaratnya" Kata Andra kepadaku.

Demi mendengar barang yang kubutuhkan tersedia, sontak timbul sedikit semangatku.

"Syarat apapun gue setuju, Ndra"

"Dia minta lo tidur ama dia semalem"

"Anjrit, apa lo bilang?! Lo pikir gue apa!!"

"Ya gue cuma bantu lo aja, kalau lo keberatan nggak maksa juga."

Dadaku bergemuruh, tapi rasa ini begitu menusuk-nusuk. Berasa mau terlepas nyawa ini dari raga. Dengan berat hati aku berkata.

"Ok. Gue setuju" menetes air mataku, entah karna nasibku yang harus terjerumus dalam belenggu narkoba atau menangis karna sakaw yang ku alami ini.

Kusetujui sebuah tempat untuku bertemu dan bergegas aku menuju kesana.
Dalam pikiranku saat itu hanya satu. Ternyata semua laki-laki sama saja. Membuatku muak!



Tunggu edisi selanjutnya, ya! ^_^

Fiksi Seksi ¤G.A.L.A.U.¤

Kuhidupkan sebatang rokok yang sudah keberapa kalinya aku lupa menghitung. Kuhisap nikotin itu dalam-dalam dan kuhempaskan asapnya ke udara. Menyembul bersama kegelisahanku malam ini. Aku berharap ini cepat-cepat berakhir. Andai waktu bisa disulap aku tak ingin hari naas itu ada.

"Bodoh bodoh bodoh" Makiku pada diri sendiri.

"Arrgghh, kenapa bisa jadi begini?" Teriak ku memaki.

Kujambak rambut kepalaku yang membuatku pusing. Kepala yang menaungi otak ku yang kotor dan penuh nafsu.

"Diaancuuk tenaann"

Sebenarnya tak boleh aku seperti ini, sebagai laki-laki aku harus kuat. Tapi bahwasanya aku juga manusia yang penuh kekurangan. Aku butuh bantuan dan aku mulai takut.

Kuraih handphone ku dan kupencet tombolnya menghadirkan nomor sahabatku. Semoga dia belum tidur atau setidaknya mendengar panggilanku pagi ini.

"tuut tuut tuut" Terdengar nada menyambung dan tak berapa lama diangkat olehnya

"Halo" Suara serak orang bangun tidur terdengar di telingaku. Ada tersembul rasa bersalah sebenarnya, tapi aah aku butuh.

"Nin, lom tidur lo?" Ku ajukan pertanyaan bodoh yang jawabannya sendiri sudah bisa kutebak.

"Hhhmm" Jawabnya masih dengan mengantuk.

"Sori Nin, gue pingin curhat" Kataku selanjutnya.

Perasaan bersalah kembali muncul karna tlah mengganggu istirahat Nina sahabatku. Tapi apa daya, aku butuh seseorang untuk ku berbagi penat.

"Yaa, ada apa menelfon pagi buta gini, ga? tanya Nina sahabatku.

"Gue bingung, Nin." Aku ragu mengatakannya mungkin juga takut.

"Udah nggak usah bingung, gih ngomong aja. Apa gerangan yang membuatmu tega membangunkanku pagi buta begini" Kata Nina.

Dia memang paling tau sifatku. Tak mungkin kutega merecoki tidurnya kalau tak ada hal gawat.

"Restu, dia" Aku terdiam.

"Restu kenapa. Dia minggat dari rumah?

"Bukan itu Nin, ini bener gawat. Gue takut."

"Wedew, seorang Yoga takut? apa kata dunia?" Nina mencoba mencairkan suasana. Dia tau betul kalau aku sedang kalut.

"Hei, berhentilah merokok. Asapnya bikin sesek tau." kata Nina kemudian. Masih dihafal nya kebiasaanku kalau sedang bingung.

"Restu, dia"kataku terbata.

"Iya, gue tau Restu. Gue kenal dia kok, dia mantan cewek elu kan, yang cantik, sexy dan anak juragan dealer motor. Lantas ada apa dengannya. Minta diantar ke spa pagi buta begini?"

"Bukan itu Nin, dia tadi telfon gue."

"Jiah cuma telfon kok gawat, itu mah biasa kali, Ga."

"Kalo nggak gawat gue nggak mungkin masih melek jam segini, Nin."

"Iya, gue tau. Lantas hal apa yang buat elu melek? apa Restu mau bunuh diri atau minta kawin lari? ha ha ha" Nina berkelakar. Tapi aku tak menanggapinya seperti yang sudah-sudah. Aku sedang tak berselera. Rasanya dunia mau kiamat.

"Helloow, ga. Elu masih idup kan? kok diem"

"Gue bingung, Nin"

"Oke oke. Kayaknya ini benar-benar gawat. Tarik nafas dulu ga, lalu keluarkan pelan-pelan. Kalau udah tenang mulailah"

Aku mengikuti saran Nina menarik nafas. Ada kelegaan memasuki rongga dadaku yang sedari tadi terisi penuh nikotin.

"Restu tapi telfon gue, dia bilang kalau dia" aku terdiam.

"Huum trus?"

"Dia hamil, Nin"

"Haah, apa?"

"Hamil"

"Anak mu kah?"

Aku mengangguk yang sudah barang tentu Nina tak bisa melihat. Namun aku yakin Nina tau jawabanku.

"Ga, elu nggak bercanda kan? upz sori maksud gue kok bisa? sudah berapa bulan? bokapnya tau?"

"Baru jalan 2 bulan, bokapnya nggak tau. Bisa mampus kalau dia tau"

"Kenapa bisa seceroboh itu sih? trus rencana lu?"

"Justru itu Nin, makanya gue telfon elu pagi-pagi gini. Gue nggak tau mesti gimana, menurut lo?"

"Bentar, gue atur nafas dulu. Kaget sumpah gue dengernya"

"Apa digugurin aja kali ya"

"Jangan, dosa"

"Trus gue mesti apa?"

"Tenang sob, pasti ada jalan keluar. Gini aja, andai lu bilang ama Restu kalau suruh diem aja pura-pura nggak tau, gimana?"

"Maksud lo?"

"Gini, maksud gue kan Restu bentar lagi merit so pasti abis itu mereka bulan madu, to?

"Hu'uh trus?"

"Ya abis itu Restu suruh ngaku hamil lah, kan setahu suaminya itu anaknya."

"Gitu ya."

"Lagian lu bawel sih, udah aku bilang lupain Restu, bentar lagi dia jadi istri orang dan carilah penggantinya. Ini malah enggak, berlagak minta ketemu yang terakhir kali segala, eh sampai hamil pula"

"Aku juga nggak tau bakal jadi gini Nin, waktu itu kita terbawa suasana."

"Terbawa suasana apa lu yang sange' hahaha"

"Sialan lu. Jadi gitu aja Nin, pura-pura nggak tau"

"Iya lah, daripada lu ngaku ama bokapnya restu kalau udah menghamili anak semata wayangnya, bisa di 'dor' lu. Orang pacaran aja kagak boleh"

"Nasib jadi orang nggak punya, Nin"

"Hahaha bukan jodoh lu aja."

"Iya, kalau miskin dan kaya memang tak berjodoh"

"Udah nggak usah ngaco, percaya aja ama Tuhan. Dia tau yang terbaik buat elu, gih tidur gue udah ngantuk lagi."

"Yup, makasih ya Nin"

"Sama-sama. Jangan ngrokok terus ya, bye-bye"

"Bye"

Kututup telfon pagi itu, satu jalan keluar telah ada lega rasanya. Makasih sobatku.

Senin, 26 September 2011

Fiksi Seksi ^^Pangeran Kodok vs si Ndut^^ bag. 3 (habis)

Sudah dua hari ini Nocturno mendiamkan Giffa. Berkali-kali Giffa mencoba menelfon Uno tapi tak pernah diangkatnya. Pun dengan sms tak ada satu yang dibalas. Saat istirahat siang, Uno menyempatkan membuka Fb sekedar ingin update status. Ada pemberitahuan massage di sana, diklik nya ternyata dari Giffa.

"Uno yang baik, kenapa nggak pernah mau angkat telfon aku? maaf jika aku buat salah. Tapi please No, jangan diemin aku gini. Bilang kalau kamu marah. Dan tolong seandainya semua ini harus berakhir, aku ingin akhir yang baik-baik saja."

Dibaca berulang kali inbox dari Giffa dan Uno pun membalas.

"aku nggak marah kok Non, cuma kecewa. Ternyata ucapanmu, puisi-puisimu, perhatianmu, kata sayangmu semuanya nggak konsekuen. Nggak ada nyatanya, cuma bualan saja."

Ada kepuasan di hati Uno setelah membalas inbox Giffa. Uno bukan marah, hanya ingin tau sebesar mana perhatian dan sayang Giffa padanya. Akankah sama dengan apa yang dirasakannya.

Satu minggu berlalu semenjak kejadian 'gencatan sejata' antara Uno dan Giffa terjadi. Dan malam ini Uno membuka YM nya untuk mengusir suntuk. Ternyata pas giffa juga sedang Online.

Facute : Alhamdulillah, akhirnya OL juga. Hai cakep ;)
Nocturno : Hai.
Facute : Gimana kabar, Aa'?
Nocturno : Baik.
Facute : Ich garing banget sik. ;-(
Nocturno : Hee
Facute : Masih marah yak?
Nocturno : Nggak kok.
Facute : Uno yang caem, aku minta maaf yak... ^^ jangan marah lagi key
Nocturno : Kita ketemuan, Fa.
Facute : Wadow, kapan?
Nocturno : Terserah.
Facute : enaknya kapan ya? *kedip kedip
Nocturno : Jangan mainin aku terus, Fa.
Facute : Lah, siapa yang mainin?
Nocturno : Kamu.
Facute : Plis Uno sayang, aku nggak mainin kamu.
Nocturno : Kalau gitu kita kopdar, aku siap kalau harus ke Semarang.
Nocturno : Gimana?
Nocturno : Hellooww, Fa
Giffa : Ups, sori dipanggil nyokap ^^
Nocturno : Hmm.
Giffa : Ok deh, kita kopdar.
Nocturno : Kapan?!
Giffa : Minggu depan.
Nocturno : Siap, alamatnya?
Giffa : Aku aja yang ke Jogja.
Nocturno : Bener g bo'ong?
Giffa : Yupz.
Nocturno : Ketemu dimana?
Giffa : Di cafe xxx
Nocturno : Ok, di cafe xxx
Giffa : Tapi kamu harus janji.
Nocturno : Apa?
Giffa : Kamu g boleh menyesal dan g boleh marah.
Nocturno : Aku janji! Aku yakin kamulah yang aku ingin.
Giffa : Semoga.
Giffa : Whooaam, ngantuk.
Nocturno : Ya udah, bobo sana. Miss u soon
Giffa : bye bye.


Satu minggu terlewati.


Di cafe xxx tak terlalu penuh pagi itu, Uno menunggu dengan gelisah kedatangan Giffa, sesekali diliriknya bungkusan untuk diberikan ke Giffa. Semoga dia Senang. Berkali-kali Uno melihat ke arah pintu, dan tak sengaja dia melihat sosok yang amat dikenalnya. Sasty.

"Sasty" Panggilnya.

Merasa namanya dipanggil, dia menoleh ke arah suara. Ada Uno disana. Takut-takut Sasty mendekat.

"Hai, No." Sapa Sasty

"Kamu ngapain disini, duduk gih" Uno mempersilahkan Sasty duduk.

Sasty menarik kursi di seberang meja Uno dan duduk. Ia tak berani menatap Uno sedikit pun.

"Heh, ndut. Mukamu aneh, sakit perut yak?" Uno mencoba mengajak bercanda seperti biasa, tapi Sasti hanya tersenyum simpul.

"Udah lah sas, nggak usah takut gitu. Aku nggak gigit, kok" kata Uno

"Ma..mak..sud kamu?"

"Aku udah tau kok. kamu yang ada di balik ini semua, kamu Giffa kan?" kata uno kemudian.

"No, maafin aku. Darimana kamu tau?" Sasty semakin menundukkan kepalanya. Dia benar benar merasa bersalah.

"Malam itu saat di Angkringan, aku telfon nomor Giffa dan di tas mu Hp itu berbunyi. Kenapa, Sas?" tanya uno

"Aku tau tlah salah No, tapi ini tak seperti yang kamu pikirkan, aku" Sasty tak meneruskan kata-katanya.

"Sudahlah, nih" Uno menyodorkan bungkusan yang tadi dibawanya. takut takut Sasty menerimanya

"Apa ini?" Sasty bertanya sambil membuka bungkusan itu. Ternyata isinya jam tangan yang diidam-idamkan Sasty selama ini

"Kamu suka kan?" tanya Uno.

Sasty berubah sumingrah
"suka banget " Dengan penuh binar sasty langsung memakai jam itu

"Makasih ya, No. Berarti kamu nggak marah kan" kata Sasty kemudian.

"Lain kali nggak boleh begini lagi ya, Fa. Eh Sas. Tanpa kamu jadi orang lain pun aku sayang kamu kok"ujar Uno.

"Makasih ya, No" Sasty lega Uno tak marah padanya karena kebohongan yang dia lakukan selama ini.

"Nggak mau di rubah nih?" Tanya Uno

"Apa?" Sasty tak mengerti

"Dari Sahabat jadi Cinta" Uno menggoda Sasty sambil main mata ke arahnya.

Degan senyum malu-malu Sasty pun mengangguk tanda setuju.
"Hu'uh"

"Ndut hihi"

"Pangeran kodok xixixi"




Happy Ending. Pinisngan

Fiksi Seksi ^^Pangeran Kodok vs si Ndut^^ bag. 2

Giffa. Gadis ayu nan lucu. Anaknya enak diajak candaan, jarang marah, mana pengertian lagi. Nggak pernah bikin bosen suasana selalu ada saja yang dibicarain. 'Kapan aku punya cewek kayak dia ya?' batin Uno.

Suatu siang sebelum istirahat makan, Uno berniat untuk menelfon Giffa sekedar untuk mengingatkan dia makan, tetapi ternyata nomor Giffa sedang sibuk. Dicoba berulang kali tetap nada sibuk yang terdengar.
"sedang telpon sama siapa dia jam segini, yak?" gumam Uno.
Tanpa sepengetahuannya ada sepasang mata yang memperhatikannya sejak tadi.

"Hayo!" Sasty mengagetkan Uno dari belakang.

"Sialan kamu ndut, bikin kaget saja."

"Jangan banyak melamun di siang bolong, nanti jadi perjaka tua"

"Filsafat dari mana tuh, ngarang banget."

"Dari mak Sasty hiihihii" kekeh Sasty menirukan tawa Mak Lampir dalam film.

"No, laper nih. makan yuk"

"Ogah!" jawab Uno sewot.

"Ya udah, satenya aku makan sendiri nih. kamu ogah, kan?" Sasty memamerkan sebungkus sate dihadapan Uno.

"He he he, laper ah" kontan Uno menyambar sate makanan kegemarannya.

(**)

Malam minggu Uno yang menjemukan. Dia tak melakukan apa-apa malam ini, nggak ngapel karna nggak punya cewek, nggak juga sms an atau chating sama Giffa. Dihatinya ada timbul rasa kangen. Ups jangan-jangan sudah ada rasa lain?
Ingin sekali uno menghubungi Giffa untuk sekedar bertanya kabar, namun belum sempat Uno memegang Hp, benda itu sudah berderik ada telfon masuk. Dari Sasty mengajaknya nongkrong di Angkringan.

Di Angkringan langganan.

"Woy jelek! nglamun mulu" Sasty teriak ditelinga Uno

"Apaan sih, nggak usah tereak-tereak napa" jawab Uno ogah.

"Dih, sensi amat Pangeran Kodok. Lagi PMS, ya?" goda Sasty.

Uno hanya menyunggingkan senyum simpul. Dia sedang tak bersemangat malam ini. Pikirannya sedang melayang-layang di udara. Serta sedang mengevaluasi kedekatannya dengan Giffa.

"Jiah, nggak asyik banget Pangeran Kodok malam ni." kata Sasty

"Apaan sih ndut?" Uno menjawab masih dengan ogah.

"Huh bete, aku mau ke toilet aja." Sasty berujar sambil ngeloyor pergi.

Uno benar-benar penasaran ingin tau aktifitas Giffa malam ini, apakah sedang di rumah atau sedang diapelin. Diputuskannya untuk telfon saja memastikan sedang apa cewek itu.

"tuut tuut tuut." terdengar nada menyambung. Lama Uno menunggu, tak ada jawaban. Dicobanya sekali lagi, tetap tak ada jawaban. Uno merasa ada yang aneh, kok di tas Sasty ada yang berdering ya.? Dipastikannya sekali lagi, Uno memencet nomor Giffa dan bersamaan dengan bunyi di tas Sasty.

Hari demi hari berganti, bulan pun berlalu. Hubungan uno dengan Giffa semakin dekat. Sepertinya benar ada rasa di antara mereka. meskipun Uno belum pernah bertemu muka dengan Giffa, namun dia yakin Giffa cewek yang dicari selama ini. Giffa selalu beralasan nggak ada waktu libur dan jarak yang lumayan jauh sehingga tidak bisa untuk mereka kopi darat. Dan malam ini mereka sedang asyik YM an ria.

Nocturno : Giffaaaa
Facute : Yuhuu
Nocturno : Kamu kangen g ma aku? ;)
Facute : Kagak :-P
Nocturno : Jelek, aku off aja ;-(
Facute : Upz, jangan dong, aku kan masih kangen.
Nocturno : Naa jujur aja napa. G usah pura pura.
Facute : Aku kan memang g bakat bo'ong ;)
Nocturno : Makanya g usah bo'ong terus, g capek apa, gih kapan ngaku.
Facute : Maksudnya? *bingung
Nocturno : Nevermind ;)
Non boleh aku minta sesuatu?
Facute : Apa? bilang aja jangan sungkan.
Nocturno : Kamu mau g jadi cewek ku, aku udah lelah berkelana.
Facute : Upz, nembak nich ceritanye :-P
Nocturno : Gimana, mau g? tawaranku cuma sekali lo.
Facute : Emang kamu suka aku?
Nocturno : Suka.
Facute : Suka karna apa?
Nocturno : Susah dijelasin. Pertanyaanku lom dijawab ;-(
Facute : Emm *sedang mikir
Nocturno : Jangan kelamaan mikir, nanti aku keburu diembat orang :-D
Facute : Yah, sedih dunk ;-(
Nocturno : makanya, jawab aja iya atau g. Aku bener bener sayang kamu non, ingin hub kita ini lebih dari temen.
Facute : Kamu beneran bilangnya nich?
Nocturno : Bener. *muka serius
Facute : Mukamu jelek kalo serius :-D
Nocturno : jawab aja Yes or No.
Facute : Kyaaa Uno serius banget *nahan ketawa
Nocturno : Serius!
Facute : *jlep pakem. Tapi kita kan lom kopdar.
Nocturno : Aku dah yakin ma kamu.
Facute : Kalau aku ternyata jelek gimana?
Nocturno : G peduli.
Facute : Beneeer....
Nocturno : Yupz!
Facute : Asyiik *lompat lompat.
Nocturno : Jawabnnya.
Facute : *garuk kepala bingung
Nocturno : Aku tau kamu cuma mempermainkan aku. ;-(
Facute : Bukan gitu no, tapi
Nocturno : Offline.
Facute : Uno!!
Nocturno : Offline.


Masih bersambung lagiiii :-D

Fiksi Seksi. ^^ Pangeran Kodok vs si Ndut. ^^ bag. 1

From : 087858xxx
To : 085647xxx
"Woy, lagi apa ya? suit suit, cethak cethok"
sent.

Uno membuka sms yang masuk di Hp nya. Dia merasa tidak kenal nomor si pengirim, tapi Uno penasaran siapa yang iseng siang bolong begini.
Dan dia pun membalas.

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"Nie cp cieh, iseng amat. Orang amat juga nggak iseng"
sent.

From : 087858xxx
To : 085647xxx
"Upz, coyi salah kirim. maklum hape baru ;) "
sent.

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"OKB lu!"
sent.

From : 087858xxx
To : 085647xxx
" He he he, leh kenalan nggak?"
sent.

From :085647xxx
To : 087858xxx
"Jiah, ujung-ujungnya kenalan. Lagu lama tau. Siapa cih lo?"
sent.

From : 087858xxx
To : 085647xxx
"Aku giffa nak Smg, k-lo kamu?"
sent.

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"Gue uno. Nocturno nak Jogja. Jauh banget nyasarnya dari Semarang?"
sent.

Begitulah awal mula Uno mengenal Giffa, orang yang beberapa bulan terakhir ini sering banget sms an dengan nya. Bahkan hampir tiap hari. Berawal dari sms nyasar, Uno jadi ketagihan sms an dengan Giffa. Semakin hari hubungan mereka semakin akrab dan semakin dekat. Seperti malam ini pun sepulang dari bekerja, Uno sedang asyik ber sms ria dengan Giffa. Tak berapa lama ada panggilan masuk di Hp Uno. Dari Sasty, sahabat sekaligus partner kerjanya.

Uno : Hellow, Sas.
Sasty : Hai, lagi apa No?
Uno : Ni lagi di kamar, gimana?
Sasty : Keluar yuk, temenin aku cari buku.
Uno : Buku terus yang lu cari, sekali-kali cowok napa. Jadi kutunya buku sukurin lu.
Sasty : Asal jangan jadi kutu kupret kayak lu. Pie, mau nggak?
Uno : Sialan lu. Ya udah aku mandi dulu.
Sasty : Okeh deh. Kutunggu di tempat biasa setengah jam lagi.
Uno : Yupz. Bye-bye.
Sasty : Bye-bye.

Malioboro yang cerah. Uno dan Sasty mengunjungi beberapa toko buku untuk mencari buku yang Sasty inginkan. Saat melewati toko jam, Sasty melihat ada jam tangan yang sangat cantik menarik hatinya. Dalam hati Sasty ingin memilikinya, tapi apa daya uangnya belum mencukupi. Ingin sekali Sasty masuk ke toko jam itu, namun diurungkannya demi melihat wajah Uno sahabatnya sudah kelelahan. Kemudian diajaknya Uno minum susu jos di Angkringan langganannya.

"Kapan kamu mulai masuk kerja lagi, Sas? sepi nggak ada kamu." Uno bertanya.

"Entah, Aku belum pingin masuk." Jawab Sasty asal.

"Dasar kamunya saja yang males. Pura-pura pakai sakit segala. Padahal, tiap harinya jalan-jalan, sakit beneran tau rasa, lu."

"Do'ain Aku gitu nich?"

"Hee nggak lah Sas, gimana studio tanpa kamu coba?"

"Sabar ya fans ku, sebentar lagi aku berangkat kok" Sasty nyengir.

Uno mengacak rambut Sasty.
"Hu..."

(**)

Pagi itu cerah sekali, seperti hati Uno. Begitu membuka mata Uno langsung menyambar Hp nya, berharap ada sms dari Giffa. Dan ternyata benar, sms ucapan selamat pagi di selipi beberapa puisi telah masuk di Hp nya. Hati Uno begitu berbunga-bunga. Dengan segera dia membalas sms Giffa dan bergegas ke kamar mandi.

Di studio foto tempat Uno bekerja sudah banyak karyawan yang datang. Bukannya menghidupkan komputer dan mengedit foto-foto, Uno malah menyeduh kopi dan asyik mengetik sms untuk Giffa.
1 menit,
2 menit,
5 menit,
15 menit tak ada balasan dari Giffa. 'Ah mungkin Giffa sudah berangkat kerja dan sedang sibuk' pikir Uno. Dan dia memutuskan memulai bekerja.

"Pagi Pangeran Kodok" sapa Sasty yang hari itu mulai masuk kerja.

"Pagi juga ndut, sudah sadar dari pingsan nich?" balas Uno

"Sialan ente bilang ane gendut, ane kan cuma lebar Pangeran Kodok"kata Sasty

"Ha ha ha lebar kali panjang jadinya luas kan Sas, set dah luas kali badan kao".

'pletax' dijitaknya kepala Uno. yang kena jitak cuma meringis kesakitan.

(**)

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"Dor!! Giffa."
sent.

From : 087858xxx
To : 085647xxx
"Wadow, mati aku ditembak ama cwo cakep ;-)"
sent.

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"Kok tadi nggak sms cieh, Non? kan kangen. "
sent.

From : 087858xxx
To : 085647xxx
"Pantesan bulu mataku rontok semua jadi gundul, ternyata ada yang kangen xixixi. Tadi aku sibuk banget, so sory nggak ngingetin makan :-D kerjaan lancar, to?"
sent.

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"Yup, buaanyaak editan ampe puyeng. Ni juga baru ampe rumah. Eh, Non Aa' mandi dulu ya, nanti malam OL bisa, kan?"
sent.

From : 087858xxx
To : 085647xxx
"Siap deh, Aa'. Mandi bareng yuk, xixixi"
sent.

From : 085647xxx
To : 087858xxx
"Beneran nich?!!"
sent.


Bersambung ke edisi selanjutnya.

Sabtu, 24 September 2011

Fiksi seksi ~ Pengorbanan ~ part 2 (habis)

Handphoneku bernyanyi siang itu, satu nomor tak dikenal muncul di layarnya. Mulanya aku ragu, tapi tak urung ku angkat juga.

"Halo." Sapaku.

"Halo, benar ini mbak Rindu?" Tanya suara di seberang sana.

"Ya, betul. Ada yang bisa saya bantu?" Jawabku seramah mungkin.

"Mbak, bisa kita bertemu saja?" Suara di sana memberikan opsi.

Aku heran. 'ada urusan apa harus bertemu segala?'. Tapi dia meyakinkanku bahwa ada hal yang penting yang harus dibicarakan. Aku menyetujuinya.

Di tempat yang dijanjikan, telah duduk di depanku seorang gadis polos yang telah terombak total. Itu terlihat dari cara berpakaiannya yang sama sekali tidak menunjukkan kesan maching. Serta wajahnya yang terpaksa cantik karena make-up yang tebal. Pucat.

"Aku rindu." Sapaku sambil mengulurkan tangan.

Dia hanya mengangguk dan menjabat tanganku.

Kutanyakan hal penting apa yang ingin dia katakan, namun dia malah terdiam. Kepalanya tertunduk dan mulai menangis. Aku bingung, kuulurkan tissu yang kubawa. Kutunggu beberapa saat.

"Mbak, maafkan Aku." Kata-kata yang terucap dari bibir pucatnya setelah sekian lama kubiarkan dia puas menangis.
Aku menjawab.

"maaf untuk apa?"

Dia menarik nafas dalam, sepertinya untuk mengumpulkan kekuatan dan keberanian berkata.

"Aku hamil mbak, ini anak mas Roni." suaranya lirih.
Tapi mampu mendobrak jantungku dengan keras. Seperti tersengat listrik saat terapi kejut.

"Apa mbak?" tanyaku padanya. Berharap apa yang kudengar itu cuma lelucon.

"Dulu, Aku dan Mas Roni pernah menjalin hubungan. Dan terpaksa putus karena Aku merantau ke Taiwan. 6 tahun kemudian Aku pulang, dan kami bertemu. Aku tidak tau sama sekali kalau Mas Roni telah beristri. Sampai aku hamil." Dia beralibi terhadapku.

Saat itu aku sudah tak bisa mendengar dengan jelas perkataannya. Dadaku penuh sesak, kepalaku pusing. Mataku panas membendung sakit yang teramat dan akhirnya gerimis itu jatuh di pipiku. Aku hanya bisa menangis.
Keadaan berbalik, dia menenangkanku sambil tak henti-hentinya meminta maaf. Benar-benar pedih.

(**)

"Saya sebagai wali menurut saja, Pak. Karena tidak mungkin acara ini diadakan di rumah kami. Mengingat nenek Wulan baru saja meninggal." Kata Ayah Wulan malam itu.

Telah berkumpul Bapak dan Ibu mertuaku, Suamiku, Aku, Ayah Wulan dan Wulan di ruang tamu rumahku. Aku memang tersakiti akan pengkhianatan ini. Dan aku tak mau egois dengan memisahkan mereka, itu sama saja membiarkan janin yang dikandung Wulan lahir tanpa Ayah. Bagaimanapun juga darah itu benih Mas Roni. Suamiku. Setidaknya sebelum anak Wulan lahir, aku harus rela berbagi suami dengannya.

"Bagaimana kalau di ruko saja." Kataku angkat bicara.

Setelah sekian lama tak ada tempat yang dirasa aman untuk mengadakan ijab kobul itu. Semua mata memandang ke arahku. Mungkin mereka heran karena Aku terlihat begitu tegar.

"Di sana tempatnya tidak terlalu banyak tetangga, paling hanya para pedagang. Nanti kita panggil Pak penghulunya ke sana saja." Lanjutku memberi alasan.

Dan sepertinya mereka setuju, tampak dari raut muka masing-masing yang memancarkan kelegaan diiringi senyum pucat bibir Wulan.

(**)

Ruangan ruko lantai dua telah disulap menjadi tempat pelaksanaan acara. Sofa malas kesayanganku harus bergeser berganti dengan karpet hijau menutup lantai. Di tengah ruang ada 1 meja kecil untuk pak penghulu. Keluargaku sudah berkumpul disana, beserta keluarga Wulan dan beberapa orang yang ditunjuk untuk menjadi saksi. Harum bunga melati dan kanthil khas pengantin kali ini tak membuatku berdebar. Tidak seperti tujuh tahun yang lalu. Meskipun cukup membuat aku grogi dan tanganku berkeringat. Aku mencari seseorang yang semenjak tadi belum terlihat. Kusapukan pandanganku, kemana gerangan dia, Istriku?

Aku mencarinya di kamar. Sebelum acara dimulai, aku ingin sekali lagi mendengar perkataannya bahwa dia ikhlas akan semua ini.

Aku buka pintu kamar, tempat di mana biasanya Rindu beristirahat siang saat jualan di toko. Kosong.

Sejenak aku akan meninggalkan kamar itu saat mataku tertuju pada sebuah benda. Surat.

Kubaka surat itu.

Untuk Mas Roni.

Mas, saat kamu membaca surat ini, mungkin aku telah jauh pergi. Maafkan aku karena tak berada di sisimu di hari bahagia ini. Bukan aku sengaja, tapi ternyata hatiku tak kuasa menyaksikan orang yang aku cintai bersanding dengan orang lain.

Tapi jangan kau pikir aku menyesal, Sama sekali tidak. Justru kepergianku ini karena bahagia. Aku senang saat melihat binar bola matamu penuh cinta terhadap Wulan, wanita yang kini mengandung anakmu. Dan itu tak akan terjadi bila aku ada disini.

Mas, sebentar lagi kamu akan jadi Ayah. Selamat ya, atas semuanya. Jangan khawatirkan aku, wanita rapuh yang tak ingin menghiasi hari bahagiamu dengan air mata.

Berjanjilah padaku mas, tetaplah bahagia.
Jaga Wulan dan bayinya baik-baik. Aku sayang kalian semua.

Dari Istrimu,
Rindu.

Kututup surat itu bersama satu kata yang selama ini ingin ku ucap "Maafkan aku, Rindu."

Fiksi seksi ~Pengorbanan~ Part 1.

Selesai menjalankan sholat subuh pagi itu, aku menyempatkan untuk membaca al-Quran sebentar. Kulihat jam menunjukkan pukul 04.50, masih ada sedikit waktu pikirku. Aku buka kitab suci miliku, kueja huruf per huruf yang terangkai menjadi satu ayat indah.

"BRAAKK !!" terdengar pintu rumahku dibuka secara paksa, aku terkejut dan lari melihat asal suara.

"Dari mana saja kamu, mas?" ternyata suamiku pulang pagi itu, dia tak menjawab pertanyaanku.

"Siapkan air hangat, aku mau mandi" perintahnya. Bau alkohol tercium dari mulutnya, aku sudah menduga kalau suamiku mabuk lagi pagi ini.

"Kamu mabuk lagi, mas?" tanyaku sambil mempersiapkan air untuknya mandi. Tidak ada respon dari suamiku, kulihat dia telah rebahan di kamar. Aku diam saja tak bertanya-tanya lagi. Selang beberapa saat.

"HUUEXX" suara orang muntah terdengar dari dalam kamarku, aku bergegas ke dalam kamar.

"Astaghfirullahalladzim... mas, kenapa kau muntahi sajadahku?" kataku tercekat melihat pemandangan di kamar ku.

"Apa tak bisa kau tahan sebentar dan muntah ke kamar mandi?. tak jauh dari sini tempatnya, mas" lanjutku sambil menahan sesak di dada ku.

"Diam kau!" bentak suamiku, dibanting badannya secara kasar ke ranjang sambil terus mulutnya meracau tak jelas.
Aku hanya bisa mengelus dada, kubersihkan sajadah beserta lantai kamarku dari muntahannya. Sambil berderaian air mata mulutku terus bergumam beristighfar meminta kesabaran.

(**)

Kulihat tokoku lumayan ramai, tapi setelah sampai di buku laporan keuangan kenapa hasilnya pas-pas an. Malah bisa dibilang merugi. Uang yang ada tak cukup lagi untuk membeli barang atau menambah dagangan. Padahal modal baru saja aku tambah. Apa ada kebocoran di toko ya? gumamku sendirian.

"Ah, mungkin memang sedang sepi" kataku.
Kutepis pikiran-pikiran buruk tentang sebab keuangan toko amburadul. Tak mungkin pegawaiku berbuat curang, mereka pegawai terbaik yang pernah ada.

"Mbak toko sudah tutup, kami izin pulang dulu ya."
Anto masuk ke ruanganku membawa segerombol anak kunci toko.

"Iya, tinggalkan saja disitu, aku belum selesai" kataku kepada Anto, pegawaiku yang telah 4 th berjuang bersamaku merintis toko ini dari nol hingga sekarang.

"Ini kunci cabang juga, mbak" katanya kemudian.
Aku heran. Suamiku sudah pulang, kok tidak mampir, batinku.

"Makasih, nanti aku cek" ujarku kepada Anto.

Dia keluar ruanganku setelah berpamitan kepadaku.

Hanya ada aku sendirian di ruang itu, bersama dengan kertas-kertas laporan keuangan yang menyeriangai aneh terhadapku. Dulu, meski tokoku kecil keuangannya teratur dan disiplin. Mengapa sekarang bisa lepas kontrol begini? ini terjadi semenjak kami memutuskan membuka cabang, yang kini dikelola suamiku. Semakin hari semakin amburadul. Dan bukannya dia bertanggung jawab, malah jadi gila bola. Pertandingan yang tidak disukai suamiku, tapi tidak untuk sekarang. Aneh.

Tit tit tit Hp ku berderik ketika ada sms masuk.

From : 081726xxx
To : 08564xxx
"Jangan tunggu aku pulang, mau kerumah Adi, istrinya melahirkan."

Sms dari suamiku. Aku merasa kecewa, baru kemarin dia pulang pagi, hari ini pulang terlambat lagi.

Kubalas smsnya.

From : 08564xxx
To : 081726xxx
"Ya, jangan pulang terlalu malam. Jangan lupa makan dulu, Miss you."

Sengaja kububuhkan kata-kata mesra di sms ku, agar suamiku sadar bahwa kami sudah terlalu lama tak ada waktu berdua.

Tit tit tit balasan sms datang.

From : 081726xxx
To : 08164xxx
"Ok, kamu juga. Miss you too."

Senyumku terkembang saat membaca sms dari suamiku. Semoga dia benar -benar kangen aku. Batinku sumringah. Segera kurapikan kertas-kertas di atas meja dan aku ingin cepat pulang.

Sesampainya dirumah

"Loh mas, katanya ke rumah Adi, kok sudah pulang?" tanyaku heran melihat suamiku asyik duduk di depan TV, bukan di rumah Adi seperti sms nya tadi.

"Sudah pulang." jawabnya singkat tanpa mata beralih dari TV yang sedang menyiarkan pertandingan sepak bola.

"Sudah makan, mas?" tanyaku. Dijawab dengan anggukan kepala oleh suamiku.

Kubuatkannya teh manis dan kuhidangkan bersama se-toples kue untuk menemaninya nonton TV.

"Sialan, kalah lagi. 2jt melayang nich" suamiku bergumam lirih yang ternyata cukup jelas tertangkap telingaku dan membuatku tersentak.

"Apa, mas? maksudmu, kamu taruhan bola, mas?" Kukeluarkan suara agak keras kali ini.

"Nggak kok, cuma mainan aja" elak suamiku membela diri.

"Mainan katamu? 2 juta mas, pantas saja keuangan toko jadi berantakan. Ternyata ini penyebabnya." Kataku emosi.

"Tenang saja, nanti juga kembali kok" suamiku mencoba menenangkanku.

"Kapan, mas? nunggu toko bangkrut dulu?" tanyaku sinis.

Suamiku tak mendebat lagi, yang dilakukan hanya berdiri, mengambil kunci mobil dan lalu pergi.

Bersambung.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites