Dirty
galau. Mukanya murung. Setiap hari wajah putihnya selalu ditekuk, kusut masai.
Tak pernah sekalipun ia tersenyum. Bibirnya terkatup rapat.
"Come
on, Coy. Mengapa kau tak pernah ceria akhir-akhir ini?" Lincak teman
karibnya menegur.
Dirty
tetap diam. Ia tak menyahut perkataan Lincak. Bahkan kini Dirty duduk
membelakangi sahabatnya.
"Kalau
ada masalah cerita saja, Dirty. That's what friend are for." Lincak
mencoba melunakkan hati sahabatnya.
Disentuh
bahu Dirty dengan penuh kasih, namun dengan sekali gerakan, Dirty mengibaskan
tangan Lincak dari pundaknya.
"Biarkan
aku sendiri, Lin. Aku butuh ketenangan," ucap Dirty pada akhirnya.
Lincak
mengedikkan bahu pasrah. Dia berpikir mungkin Dirty sedang tak ingin diganggu.
"Kalau
kau butuh tempat curhat, aku siap menjadi telinga untuk semua masalahmu,"
tutur Lincak sebelum akhirnya dia pergi. Memberikan ruang pada Dirty untuk
menenangkan diri.
"Kau
memang teman yang baik, Lincak. Namun entah mengapa hatiku iri padamu,"
lirih Dirty setelah dia memastikan Lincak tak ada di sebelahnya lagi.
****
"Untuk
apa aku ada kalau tak berguna, Bom?" Isak lirih mewarnai ucapan Dirty kali
ini. Bomway sahabatnya yang lain terharu melihatnya.
"Jangan
suudzon begitu, Dirty. Tak mungkin Tuhan menciptakan makhluk itu secara
sia-sia," bijak Bomway bertutur. Ia tak tahu harus bagaimana menghibur
Dirty.
"Tapi
nyatanya?" tantang Dirty, Bomway terdiam.
"Hanya
aku yang tak diikut sertakan dalam setiap upacara perjamuan," lanjutnya.
Tangisnya kini pecah.
Bomway
bingung. Memang belum pernah sekalipun Dirty diikutkan dalam kelompoknya.
"Mungkin
belum saatnya," ucap Bomway pada akhirnya.
Dirty
tetap menangis. Dalam hatinya semakin diliputi rasa dengki pada teman-temannya.
Aku
benci. Aku tak suka pada kalian semua, batin Dirty.
Dia
semakin sedih, saat semua teman-temannya dimandikan untuk diajak ke upacara
perjamuan malam ini. Dirty hanya mampu menggigit bibir saat mendengar riuh
rendah kawan sebangsanya bercanda di bawah pancuran air.
"Kapan
aku bahagia bersamamu kawan?" batinya kelu.
****
Merupakan
kebanggaan tersendiri jika diikut sertakan pada upacara perjamuan tiap
pekannya. Selain karena menjadi insan pilihan, juga karena akan bertemu Titi,
gadis manis pemilik kulit putih dan bertangan lentik.
Hampir
semua teman-temannya pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana
mulusnya kulit Titi. Bahkan tak jarang dari mereka merasakan sentuhan jari
lentiknya. Hanya Dirty saja yang belum pernah mengalami semua itu.
"Tuhan,
tak Kau ijinkan kah aku menikmati lembutnya tangan idolaku barang
sebentar?" tanya Dirty galau.
"Aku
benar-benar terpesona olehnya, Tuhan," lanjutnya.
Lantas
tiba-tiba saja Dirty mempunyai ide. Dia akan protes pada penguasa bagian.
"Kalau
tidak diijinkan juga aku ikut perjamuan, maka aku akan mengajukan ritual
sati," ancam Dirty.
Tentu
saja itu membuat penguasa bagian kaget, "Hati-hati bicaramu, Dirty. Suatu
aib jika salah satu anggota bagian ini melakukan ritual sati."
"Biarkan
saja aku membusuk, daripada hidup tapi tak berguna." Dirty putus asa.
Kenyataannya
penguasa bagian tak memberikan solusi. Dirty benar-benar kacau. Dia tak tahu
lagi cara apa supaya dia bisa mengikuti upacara perjamuan.
"Titi,
dengarkah kau rintihan hatiku?"
Lagi-lagi
Dirty menangis pilu.
****
Matahari
bersinar terik. Dirty berjalan gontai penuh peluh di wajahnya. Dahulu mukanya
yang putih bersih kini sudah mulai menghitan. Namun ia tak menyesal, dengan
semangat 45 dia terus berjalan penuh harapan pada satu tempat yaitu pabrik
perubah nasib.
"Meski
aku tak pernah diajak upacara perjamuan, tapi aku tak patah semangat,"
tegas Dirty. Keringat semakin membanjiri tubuhnya dan itu mengakibatkan
dagingnya berkerut.
"Aku
persembahkan jiwa dan ragaku untukmu Titi." Dengan bangga Dirty tertawa.
Meski fisiknya kini semakin melemah. Ia tahu, pabrik perubahan nasib itu akan
meminta nyawanya sebagai persembahan pada sang nirwana.
Sapuan
angin sepoi-sepoi memberi efek dingin pada tubuh Dirty yang semakin layu. Sudah
dipastikan lagi umurnya tak akan panjang. Matahari adalah salah satu pantangan
Dirty untuk bertahan hidup.
Di
tengah-tengah dia meregang nyawa, masih sempat-sempatnya dia berpantun.
Tak ada
orang yang menyukai beludru
Mereka
lebih suka pada kain batik
Kan
kuucapkan terimakasih untuk sahabatku
Si Lincak
Daun Bawang yang cantik.
Kain
batik itu berwarna biru
Dilukis
lilin oleh sang penguasa
Aku juga
tak akan melupakan jasamu
Untuk
Bomway Kol yang bijaksana.
Berbahagialah
kalian mandi di pancuran
Jangan
pernah ada air mata menitik
Aku yakin
kalian sedang upacara perjamuan
Dimasak
sup oleh Titi bertangan lentik.
Disini
aku meregang nyawa
Terbakar
ganas api dunia
Mungkin
aku tak pernah ikut upacara
Namun aku
akan jadi kripik yang terhidang di atas meja.
Kalau
kalian upacara perjamuan
Jangan
lupa senyum terpampang
Aku
menyayangi kalian semua kawan
Salam
dariku Dirty Jamur Yang Malang.
Tamat
Taiwan,
17.07.12
0 Suara:
Posting Komentar