Hatiku berdesir saat kubuka beranda facebookku, bukan lantaran banyak permintaan pertemanan, atau banyaknya colek'an yang ada. Tapi karena ada satu pemberitahuan yang menyangkut namanya, 'Putra Bali menyukai catatan anda.'
Sudah berbulan-bulan ini aku selalu aktif di facebook, bukan lantaran aku sering memperbarui status dan saling perang komentar dengan teman-temanku, tapi karena satu nama 'Putra Bali' yang membuatku betah berlama-lama di depan komputer hanya untuk melihat kegiatannya.
"Din, jangan gila dech lo. Orang di facebook itu belum tentu sepenuhnya jujur. Masak hanya karna status dia yang lucu, lo bisa begitu memujanya." kata zahra suatu hari terhadapku. Sebenarnya dia tidak jengah akan ketergilaanku pada nama Putra Bali, tapi sahabatku ini lebih kepada memberi peringatan agar aku tak tertipu nantinya.
Putra Bali, dilihat di foto profilnya dia orang biasa. Tidak terlalu cakep dan tidak terlalu jelek, sedang-sedang saja menurutku. Orang Bali tapi sepertinya bukan asli penduduk Bali. Pembawaannya rame, terlihat dari statusnya yang selalu penuh dengan komentar ataupun hanya sekedar jempol, meskipun Putra Bali hanya memperbaharui status 'Ehem'.
Seperti malam ini, Putra Bali menyukai catatanku. Ini suatu kejadian langka yang membuatku terbang sampai ke awan. Aku meski sering buka facebook tapi jarang memperbaharui status, paling hanya membuat catatan-catatan curcol atau pun puisi-puisa acak-acakan. Yang aku lakukan ketika pertama kali membuka facebook adalah melihat profil Putra Bali, melihat kegiatannya, apa statusnya, siapa saja yang komentar di statusnya, bahkan aku buka satu per satu komentar dari teman-temannya. Ini terkadang membuatku tersenyum membaca semua komentar itu, Putra Bali, laki-laki ini memang supel sehingga membuat nyaman orang yang saling perang komentar dengannya.
"Dina, lo bener-bener gila!" Zahra sewot kali ini. Saat kuutarakan maksudku untuk pergi ke Bali.
"Ok! kalau ke Bali lo tamasya gue mah setuju aja. Nah ini tujuan lo kesana mau nemuin Putra Bali doang? Lo gila!" cerocos Zahra menggebu-gebu.
Aku hanya tersenyum simpul mendengar protes sahabatku itu. Mungkin memang terlihat aku tak waras, menemui Putra Bali, orang yang kukagumi di facebook. Karena pada dasarnya kita tak saling kenal, hanya menjalin pertemanan di facebook. Tapi kita pun tak pernah saling komentar atau chating di obrolan jika kebetulan online bareng. Bahkan hanya jempol yang mampir pun bisa dihitung dengan jari. Tapi aku merasa sudah sangat mengenal Putra Bali, dengan menguliti dinding facebooknya sampai ke dalam-dalamnya, bahkan kegiatan dia komentar di status orang lain pun aku selidiki sampai tuntas.
"Kalau dia ternyata penipu gimana, Din?" Zahra sudah mulai melunak menghadapi kemantapan niatku pergi ke Bali untuk melihat lebih dekat Putra Bali. Berbekal alamat yang ditulisnya di informasi profilnya. Niatan aku melihat Putra Bali secara nyata semakin kuat.
"Sekarang banyak sekali penipuan-penipuan dunia maya, Din." Zahra masih mencoba mengendurkan niatku.
Aku menyimak dengan seksama penuturan Zahra. Aku hargai perhatian Zahra padaku, tapi tekadku kali ini sudah bulat. Aku akan pergi ke Bali, menemui Putra Baliku. Aku ingin kenalan lewat dunia nyata saja.
Zahra melepas kepergianku ke Bali kali ini dengan muka penuh ragu, bukan lantaran aku tak mengajaknya, tapi karena tujuanku ke Bali kali ini hanya ingin menemui Putra Bali, orang yang aku kagumi di facebook.
"Nanti kalau sudah sampai kabari aku, ya." pesan Zahra yang kesekian kalinya saat mengantarku ke Bandara. Dia seperti emak-emak yang khawatir anaknya akan hilang di perjalanan karna naik pesawat sendiri.
"Kalau dia ternyata penipu, langsung jauhi dia dan jangan mau di ajak kemana-mana." Kali ini kekhawatiran Zahra terlalu berlebih. Aku hanya ingin mendatangi Putra Bali, melihatnya lebih dekat dan nyata bukan mau berkencan dengannya dan melakukan hal yang tidak-tidak. Aku terkikik menanggapi Zahra terlalu paranoid.
Dan di sinilah aku. Di depanku teronggok sebuah sanggar lukis. Aku tak menyangka, alamat yang ditulis Putra Bali di facebooknya adalah sebuah sanggar. Sempat ada ragu muncul, tapi kutepis jauh-jauh sebelum kupastikan dengan jelas bahwa Putra Bali ku menipu. Pasti Zahra akan sewot jika ini benar-benar terjadi. "Nah, kan udah gue bilang." terngiang kalimat favorit Zahra jika terbukti aku salah tafsir.
Aku berjalan malu-malu masuk ke sanggar itu. Sedetik kemudian aku melihat sosok itu. Badan tegapnya, kulit coklatnya, rambut gondrongnya, hidung mancungnya dan mata. Ya, mata tajam elangnya sama persis dengan yang di facebook, dia Putra Bali.
Aku terpaku, Putra Bali ku nyata. Bukan penipu. Kuulurkan senyum manisku saat dia menangkap sosokku yang berdiri terpana, dia pun membalas senyumku sambil berkata. "Aih, ada cewek cantik dateng. Sini jeng masuk ke sanggar ekke. Silahkan lihat-lihat ye..."
Deg! jantungku serasa copot. Putra Bali yang kupuja selama ini ternyata bencong. Capee deeeh batinku. *tepok jidaaattt plooxx*
0 Suara:
Posting Komentar