Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 14 Mei 2012

Flash Fiction "Dunia".













Kabut tipis ini menghalau pandanganku. Dimanakah aku berada? Tak setitikpun cahaya ku lihat. Hanya samar-samar. Dingin dan berbau lembab. 

"Jibril... jibril... kau di mana, tak dengarkah kau?" 

Sunyi tak ada jawaban, hanya terdengar gaung dari panggilanku. Kumencoba sedikit bergerak, "aarrggh. Periiih" 

Sayapku tertusuk belati. Aku coba mengingat peristiwa semenit lalu, saat terjadi persidangan di Negri Awan. Dewa Keadilan memergoki aku bercinta dengan Jibril, sesuatu yang diharamkan untuk penghuni khayangan sepertiku. 

"Akan kuterima hukuman apapun untuk meringankan Maria. Asal dia dibebaskan" 

Jibril membelaku di depan semua dewa, dan sepertinya itu pun tak mempan menembus tajamnya pancung peraturan. 

"Menyingkirlah kau, Jibril. Jangan kau buat tugasku semakin berat" Zeus sang Dewa Keadilan berkata. 

"Tidak! Maria tak bersalah, ini salahku" 


Aku hanya terdiam berdiri berlutut kaki menghadapi takdirku. Zeus memang tak berhati. Dia tak mengerti bahwa cinta sejati itu ada. Dan aku akan mempertahankannya. 

"Aku terima takdirku, Zeus" kataku menantang 

Zeus terlihat geram mendengar tantanganku yang tak lagi sopan. Langsung saja di rapalkannya mantra pengirim takdir. 

"Tidaak!! Biar aku saja yang dikirim ke dunia" 

Masih terlihat samar-samar berontakan Jibril menghalau tongkat sihir Zeus yang dikibaskan untukku. Selanjutnya. 

Zlep. 

Gelap. 

@@@ 

Kubuka mataku perlahan-lahan, "Jibril..." bisiku lirih. 

"Aaarrghh periih." Sayapku tertancap belati. 

Kupandangi sekelilingku, tak ada setitikpun cahya. Angin lembab memainkan bulu-buluku. Dingin. 

"Jibril... Jibril... Kau mendengarku? 

Aku beranjak melangkah bertelanjang kaki. Kuamati semua yang ada di sekelilingku, semuanya tak ku kenal. Kusentuh benda berwarna hijau tua itu. Basah. 

Tiba-tiba kumendengar suara."Maria.." 

Bisikan lembut itu mengganggu keasyikanku. Aku mencari sumber suara, tapi hanya angin tak berujud yang kurasa. 

"Maria... Kemarilah, Sayang." 

Kugerakkan kakiku setapak demi setapak, aku tak mungkin terbang, sayapku luka. 

"Maria..." Bisikan itu terus menghasutku. 

Aku meneruskan langkahku hingga sampai pada suatu tempat luas nan hijau dan penuh akan sinar Dewa Hari. Terlihat di kejauhan tampak petak-petak kecil berbentuk kotak berwarna putih. 

Kresek kreessek. 

Aku tersentak kaget, dari balik rerimbunan muncul sosok yang menyerupai manusia. Tubuh berototnya yang bertelanjang dada coklat akan peluh. Di tangan kanannya memegang senjata Zeus, sedang di tangan kirinya terikat rapi mirip tongkat Dewa Kearifan. Wajahnya tak asing di mataku. 

"Jibril.." Aku berlari memeluknya. 

"Jibril, ini tempat apa. Aku takut" Sambilku bersandar di dada bidang kekasihku. Ada sesuatu bunyi di balik dada ini. 

Dug, dug, dug, dug. 

"Jibril... jangan tinggalkan aku lagi, disini dingin sekali." ucapku. 

Makhluk itu diam tak bersuara. Badannya gemetar panas dingin dan tiba-tiba makhluk itu melepaskan pelukanku dengan paksa. Dilemparkannya senjata Zeus dan seikat tongkat Dewa Kearifan. Matanya mengisyaratkan ketakutan. Dan kemudian makhluk itu lari sekuat tenaga menuju ke kotak putih. 

"Se.. se... se... seetttaaaannn!!" 

0 Suara:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites