"Ayolah, Lyn pertimbangkan lagi pemikiranmu
itu, aku yakin dia bukan yg terbaik
untukmu, setidak nya begitulah fellingku" kataku
pada sahabatku suatu hari.
"Kenapa kau begitu yakin, Ta? tapi maaf ya
sahabatku tersayang, aku percaya Putra. Dan
begitu pula sebaliknya . Aku yakin dia nggak
mungkin menyakitiku tidak seperti yang lain."
Jawab Serlyn yakin.
"Tapi, Lyn apa kamu tak merasakan perubahan
atau ada kejanggalan dalam diri Putra selama ini?"
Tanyaku kemudian.
"Emm, tidak kok.
eitz, jangan-jangan kamu." Serlyn mencoba menebak.
"Nggak kok, Lyn." potongku cepat
"Aku cuma
memastikan aja, aku sebagai sahabat tak ingin
kamu menangis, pumpung hubungan kalian belum
terlalu jauh." Kataku kemudian.
"Ha ha ha nggak usah parno gitu dong, Ta. Aku
baik-baik aja kok, dan hubunganku dengan Putra sampai
sejauh ini lancar. Listend my friend, I'm Fine, OK!"
kata Serlyn tegas.
"Tapi, Lyn"
"Stop, cukup!. Alasanmu
menyuruhku memikirkan kembali hubunganku dg
Putra karna fellingmu Ia tlah mengkhianatiku
itu tidak masuk akal, toh buktinya hubungan kita
baik-baik saja. Dan maaf teman, kali ini aku lebih
percaya ini tak akan sama seperti yang sudah-sudah."
Tit tit tit Hp ku bersuara menandakan ada sms
masuk, kubuka dan kubaca isinya lalu,
"Ok lah kalau begitu, kuharap
kamu tak menyesal nantinya, maafkan aku. Lyn aku harus pergi." kataku sambil memeluk
sahabatku.
"Makasih ya, Marta. Kamu begitu baik
memperhatikanku, tapi jangan khawatir aku akan
baik-baik saja." ungkap Serlyn pada akhirnya.
Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan
sahabatku itu, 'Aku harap begitu, Lyn. Maaf.'
kataku dalam hati
"Bye, aku pergi dulu ya."
Pamitku.
Di tempat yang dijanjikan, aku langsung masuk ke
warkop yg tak terlalu ramai pengunjung itu. Ku
tebarkan pandanganku berkeliling, dan menuju ke
bangku yang aku sudah hafal siapa yg duduk
disana. Kuhempaskan tubuhku di kursi di seberang
meja.
"Hhfftt, aku tak sanggup Putra, aku tak tau mesti ngomong dari
mana." Kataku mengawali.
"Tapi ini harus, Ta. Sebelum semuanya terlambat."
jawab Putra
"Aku
benar-benar tak tega Putra, aku takut dia akan
membenciku setelah tau ini. Semuanya begitu
menyakitkan."
Putra meraih tanganku, merangkulku untuk
memberi kekuatan yg aku butuhkan
"Ta, kita harus tega, akan lebih menyakitkan lagi
bila nantinya Serlyn tau dari orang lain. Aku tau
aku salah, tapi daging dalam perutmu itu tak tau
apa-apa, dan bagaimanapun juga itu tanggung
jawabku. Aku yakin Serlyn orang yang kuat dan jika kita berterus terang, mungkin dia akan
mengerti dan mau datang ke pernikahan kita"
kata Putra meyakinkanku.
Aku mengangguk.
"Kita memang keterlaluan, ya"
kataku kemudian.
Tak terasa air mataku
menetes, mewakili perasaanku. Tak bisa
kubayangkan jika akhirnya Serlyn tau, bahwa aku
lah yg akan membuatnya menangis. Tapi bayi yang
kukandung ini tak salah dan aku tak akan
membuatnya tersakiti.
"Tuhan, maafkan kami."
Do'aku dalam hati
"Serlyn, maaf." Batinku.
0 Suara:
Posting Komentar