Pilih salah satu, jangan keduanya. Apa kau tak sadar perilakumu itu secara tidak langsung menyakiti mereka.
"Wanita kan berhak memilih?" belaku.
"Tapi bukan lantas membandingkan seperti itu, Dea. Aku lihat sepertinya kau tak serius pada keduanya."
Flo sahabatku sedang memberi wejangan panjang. Dia tak suka akan sikapku yang memacari dua cowok sekaligus.
"Ingat, Dea. Karma itu ada."
Nah, pasti tentang pembalasan lagi yang dibahas.
"Aku tak melukai mereka, Flo. Mengapa karma kau ajak juga?" selorohku.
Sahabatku yang hitam manis itu melirik kesal menanggapi gurauanku.
"Ya, oke! Lantas sekarang aku harus bagaimana?"
Flo menarik nafas dan mengulangi kalimatnya lagi.
"Pilih salah satu atau tinggalkan keduanya," ucapnya tegas.
"Siap laksanakan bos!"
Tapi berat jika harus memilih. Aku menyayangi keduanya. Tuhan, beri aku clue, mana diantara mereka yang terbaik untuk ku?
****
Gute. Cakep, tajir, otaknya tokcer. Teman-temanku tak ada yang percaya akhirnya aku bisa jalan dengan Gute. Malah ada yang nyelutuk aku pake ilmu pelet untuk mendapatkannya.
"Naudzubillah, amit-amit jabang bayi dech," sahutku. Mrinding juga aku jika harus menggaet cowok dengan cara tak wajar.
"Kamu cocok sama Gute pasangan serasi. Sudah selayaknya cowok cute seperti Gute dapet pacar cantik kaya kamu, Dea." Itu komentar temanku yang mendukung.
Meskipun banyak juga yang syirik. Masa ada yang bilang, "Dea tu cuma jadi bahan taruhan Gute dan kawan-kawannya tuh."
Namun ketika kuklarifikasi dengan yang bersangkutan, Gute malah tergelak.
"Buat apa aku taruhan? Bagiku kamu lebih bernilai dari hasil taruhan itu, Dea." Hampir mirip bualan, tapi aku suka.
Jangan pikir Gute type cowok romantis karena sudah bisa jawab seperti tadi. Bahkan hari ulang tahunku pun dia lupa.
"Sory, Dea. Kemaren aku sibuk banget jadi ga bisa ngerayain ultah kamu," ucapnya seraya mengulurkan bingkisan.
Dan ketika kubuka, wow smartphone keluaran terbaru, cuy. Langsung luluh deh ngambekku.
Gute mengecup lembut keningku dan berkata, "maafkan aku ya sayang. Kamu suka hadiahnya, 'kan?"
Aku mengangguk mantap. Untuk selanjutnya Gute mulai mencium pipi lantas ke bibirku. Dan tangannya?
Ini nilai kurang dari dia, penuh nafsu. Kunamai aja tangan gurita, suka menggerayang kemana-mana.
****
Kesepian melandaku. Gute lebih suka main bilyard dengan gerombolannya daripada menemani aku mencari buku. Atau ketika ada kesempatan jalan berdua, Gute tak hentinya nyerocos soal pelek racing (betul ga tulisannya?) yang baru saja dibelinya. Mana aku paham?
Dari situlah aku dekat dengan Probo. Lelaki dengan pembawaan sederhana yang telah mencuri hatiku.
"Kumenyukaimu apa adanya, bukan karena ada apa-apanya di dirimu," gombalnya.
Aku pikir-pikir kok seperti lirik lagu ya? Tapi aku suka.
Probo yang baik, lembut dan penuh perhatian. Meskipun muka jauh dari sempurna tapi Probo memperlakukanku bak putri istana.
"Aku memang orang tak berpunya, hanya ada sekeping hati ini yang bisa kuberi untuk menyayangimu."
Oke dech, Probo membuatku melayang. Walaupun terkadang risih juga saat tanpa tedeng aling-aling dia bilang ga punya uang untuk ngajak aku jalan.
"Dea ini masakan dari ibuku, enak loh. Kamu harus mencobanya."
Itu cuma akal-akalan nya dia aja biar ga keluar uang untuk makan berdua.
Muka pas, kantong jupa naas.
****
"Mau sampai kapan kau kucing-kucingan seperti ini terus? Ingat, Dea. Karma."
Sengaja Flo mempertegas nama bicaranya. Aku jadi berfikir, kalau mereka tahu satu sama lain apa yang terjadi ya?
"Bingung, Flo. Dua-duanya kusuka."
Ya, segala kebutuhan lahirku terjamin jika milih Gute. Tapi Probo pun melimpahiku dengan cinta.
"Arrgghhh, pusing!"
"Hidup itu pilihan dan ada resiko di setiap jalan yang kita ambil. Mau tak mau kita harus siap menghadapinya," Flo mulai berceramah.
Laki-laki saja boleh punya istri lebih dari 1, kenapa tidak dengan wanita?
"Memang wanita berhak memilih, tapi bukan dengan cara begini, Dea. Ga ada sejarahnya wanita berpoliandri." Flo selalu bisa tepat membaca pikiranku.
"Tapi aku kan cuma..."
Flo mengamati mukaku menungguku melanjutkan bicaraku.
"Huft, oke. Aku akan memilih dan tolong beri aku waktu," kataku pada akhirnya.
Flo menggedikkan bahu, "Sip, semoga kau tak salah pilih.
****
Aku memilih taman kota untuk pertemuan ini. Setelah kupikir berhari-hari, sampai kubuat kerangka baik dan buruk dari masing-masing cowoku, aku sudah menemukan jawabannya.
"Ya, aku harus berani mengambil resiko, aku tak boleh serakah. Toh di dunia ini tak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Tuhan."
Tak berapa lama, honda jazz milik Gute terlihat. Wajah cakep pemiliknya langsung sumringah tatkala melihatku.
"Biasanya kau minta jemput, Dear. Kenapa hari ini lain?" ucapnya ketika sudah dekat seraya bersiap mengecup keningku.
Aku berdiri untuk menghindarinya, "Ada sesuatu yang penting yang akan kukatakan, ini menyangkut hubungan kita."
Wajah Gute tampak serius. Oh, God! Dia memang makhlukMu yang indah.
"Aku ingin mengakhiri saja hubungan kita," kataku sejurus kemudian
Gute tercengang, "Apa alasannya, Dea? Apa hadiah-hadiah dariku selama ini kurang?"
Itulah pikiran Gute. Dia pikir cinta cukup dinilai dari harta. Bukan itu yang kubutuhkan. Aku beralasan saja kalau aku ingin sendiri meski Gute terus menerus membujukku untuk berpikir ulang. Dia menawariku beraneka macam hadiah asal aku tetap mau jadi kekasihnya. Dari jam tangan merk terkenal yang sedang kuincar sampai liburan ke luar negri yang kuimpikan.
"Tidak, Gute. Bukan itu masalahnya. Cinta tak cukup diukur dari kemewahan, karena cinta itu sederihana."
Dan selanjutmya dia pulang dengan raut muka kecewa bercampur marah.
"Maafkan aku Gute," kataku pada punggungnya yang telah berlalu
Lantas aku mengambil ponselku dan segera mengetik pesan untuk Probo.
"Hai, honey. Maaf jika sms ini nantinya membuatmu sakit, tapi aku ingin mmgakhiri hubungan kita. Kau orang baik dan pasti akan dapat pasangan orang baik pula. Dan itu bukan aku. Maaf jika selama kita bersama aku sering buatmu marah, dan jangan balas sms ini lagi. Oke honey? Semoga kau bahagia C U and GBU."
Sent.
Kupenuhi ronga dadaku dengan oksigen sebanyak-banyaknya lalu kuhempaskan perlahan.
"Selesai sudah tugasku."
Dan akupun tersenyum meninggalkan taman dengan langkah ringan.
TAMAT
Taiwan, 130512.
Jeet Veno_Mena Ayu.
0 Suara:
Posting Komentar