Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 18 Mei 2012

Kau Tipu Aku dengan Cintamu






Sampai detik inipun aku masih teringat akan kenangan kita. Dari sekian banyak cinta yang datang dan pergi di hidupku, hanya saat bersamamu lah yang kurasakan begitu indah. Engkau dan semua tentangmu telah merasuk ke dalam setiap helaan nafas, mengalir bersama (darah) yang beredar di tubuhku. 

"Lebay," teriak Mbem teman baikku. Dilemparkannya bantal ke mukaku yang sembab di depan cermin. 

"Kamu itu orang terbodoh yang aku kenal. Ayolah Lian, move on right now. Keadaanmu bahkan lebih mengerikan dari pemakaman yang masih basah." 

Mbem, begitu aku memanggilnya. Sudah seperti saudara bagiku. Dia paling tahu semua kisah cintaku, sehingga dia juga tahu hari ini aku menangis untuk siapa. 

"Mungkin ini karma bagiku, Mbem." kataku diselingi isak. 

Azam, orang yang kumaksud. Teman bermainku di whatsapp. Sebuah aplikasi chating untuk handphone. Dari sanalah aku mengenal sosoknya. Orangnya baik, sopan, lugu dan sedikit lucu. 

"Itulah pelajaran hidup namanya. Dan tentunya mahal. Tapi bukan berarti membuatmu terus terpuruk. Kau harus bisa menghadapinya, Lian." Mbem masih saja berceramah. 

Aku nangis lagi. 

"Aku tak menyangka dia tega menipuku, Mbem. Dia terlihat seperti orang baik-baik." 

"Tapi nyatanya?" teriak Mbem. Di nada suaranya tersirat marah yang membuncah. 

"Dunia maya itu kejam!" lanjut Mbem lagi. 

Aku terdiam namun air mata masih menganak sungai di pipiku. 

**** 

Awal mula perkenalanku dengan Azam adalah di dunia maya. Begitu indah terasa. Tiap detik, menit dan waktu berlalu, Azam dan aku selalu berchating ria. Whatsapp sudah serasa makanan wajib bagiku. Begitu membuka mata, maka Whatsapp yang pertama aku cek di handphoneku. 

"Hati-hati terhadap orang baru, Lian. Apalagi kenalnya lewat dunia maya. Banyak orang yang telah menjadi korban cinta dunia maya." 

Peringatan dari Mbem kuanggap angin lalu. 

"Itu kan di facebook, Mbem. Kalau whatsapp kan berbeda," kilahku. 

"Tetap saja kau harus hati-hati. Penipuan bisa terjadi di mana saja." 

Aku tertawa. 

"Hellow, aku tak sedang serius, Mbem. Kamu tenang saja. aku tak mungkin jatuh cinta dengan Azam. Ini semua cuma buat hiburan." 

Mbem menggedikkan bahu. 

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala waktu itu. Lagian siapa yang mau seriusan dengan Azam? Aku tidak gila, batinku. 

Tapi setelah sekian lama berlalu, sepertinya aku salah. Kuakui kebenaran pepatah jawa tresno jalaran soko kulino yaitu cinta tumbuh karena keterbiasaan. Dan akhirnya aku jatuh cinta padanya. Pada Azam, orang yang wujud nyatanya saja belum pernah kulihat. 

"Nah, apa kubilang? Kamu harus segera hentikan chating gilamu lewat whatsapp itu sebelum semuanya terlampau jauh." 

Lagi-lagi peringatan Mbem kuabaikan. Aku merasa sayang mengakhiri semuanya. Dan aku menikmatinya. 

**** 

Jatuh cinta itu indah terasa, hari-hari terasa penuh dengan bunga. Segala sesuatu pasti ada hubungannya dengan Azam, Azam dan selalu Azam. 

"Keberadaanmu di hidupku layaknya (udara) yang mengisi rongga dadaku. Dalam setiap nafas yang kuhela, bersama itu pula kusebut namamu." 

Aku mencoba berromantis ria. 

"Hhm, sahabatku sedang terasuk virus sepertinya." Mbem mulai menggodaku. 

Mukaku bersemu merah, dan aku tersipu. 

"Awas, jangan terbang melayang terlalu tinggi. Kalau jatuh akan sakit rasanya." 

Mbem sahabatku yang baik. Dia bisa berperan sebagai (ibu), kakak, teman bergila-gilaan, bahkan tak jarang jadi ustadzah dadakan bagiku. 

"Aku yakin dia imam yang kucari, Mbem. Mungkin dia bukan yang terindah, tapi kehadirannya membuat hidupku lebih indah." 

Mbem sahabatku melongo, aku terkikik geli melihatnya. 

"Kamu yakin?" matanya melotot tak percaya, kujawab dengan anggukan mantap. 

"Yah, apapun keputusanmu aku hanya mendukung saja. Semoga kau tak salah pilih. Tapi saranku, kalian ketemu dulu di dunia nyata." 

"Tenang saja, Mbem. Bulan depan kita akan kopdar." 

Mbem mengangguk-angguk paham. "Yup, good luck for you, Sobat." Menepuk pundakku dan berlalu. 

**** 

"Tak selamanya dunia maya itu menipu, Mbem. Aku sudah membuktikannya. Dia melamarku," ocehku histeris pada sahabatku. 

"Yah, kuakui aku salah kali ini." 

Kupeluk sahabat terbaikku itu untuk membagi rasa bahagiaku. Beberapa bulan ini hubunganku dengan Azam makin dekat bahkan sudah beranjak ke jenjang yang lebih serius. Ada orang bilang tentang jodoh di dunia maya itu seperti membeli kucing dalam karung. 

"Sepertinya aku beruntung mendapat kucing yang berbulu halus dan lagi tak berpenyakitan." 

Aku dan Mbem tersenyum bersama. 

"Aku turut bahagia untukmu," ucap Mbem. Aku terharu karenanya. 

"Oya, aku mau ke counter beli pulsa. Apa kau mau ikut?" tanyaku. 

"Boros amat. Kan baru kemarin beli pulsa." 

Cengiran mewakili jawabanku dan kukatakan pada Mbem bahwa Azam minta tolong dibelikan pulsa. 

"Tuh kan! Mulai deh," Mbem berucap khawatir. 

"Demi cinta apa salahnya, Mbem. Lagian cuma pulsa ini, tak apa lah." 

Sahabatku itu merengut tak suka. Mulai terlihat belangnya, komentar yang terucap. 

"Cinta kan butuh pengorbanan, Mbem. Ini mah belum seberapa kalau dibandingkan Romeo yang mau minum racun karena melihat Juliet pingsan." 

Mbem melirik sebal. Dia mulai nyerocos tak jelas tentang akal bulus, penipuan dan masih banyak lagi. 

"Sepertinya kamu terlalu paranoid dengan dunia maya." 

Hanya itu yang kuucapkan. 

**** 

Cinta memang buta, dan aku terbutakan oleh cinta. Mau apa sekarang? Teriak, menangis semua tak ada gunanya. 

Siang itu, 

"Lian, aku sedang kalut. Aku tak tahu mesti cerita sama siapa. Aku bingung," curhat Azam padaku. 

Demi melihat kekasihku kebingungan seperti itu maka aku pun menawarkan diri, "Cerita saja, aku siap menjadi telingamu, siapa tahu bisa membantu." 

Azam mengatakan hal yang mengejutkan. Dia baru saja tertipu modal usaha oleh temannya sendiri. 

"Kenapa bisa begitu?" teriakku tak terima. 

"Sudahlah, mau marah juga percuma. Dia tak mungkin kembali membawa uang yang kita pinjam di bank atas namaku. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana aku mengembalikan modal itu. Padahal jumlahnya tak sedikit." 

Seketika aku teringat Mbem. Dalam hatiku berpikir, apa Azam seperti yang Mbem bilang? Tapi ketika kutatap mata Azam, ada kesungguhan di sana. 

"Aku janji akan mengembalikannya padamu, Lian. Aku tak tahu kepada siapa lagi aku meminta tolong." 

Aku pun iba karenanya. Aku percaya Azam tak seperti yang lainnya. Maka kuserahkan seluruh tabunganku untuk melunasi hutangnya. 

Selanjutnya yang terjadi diluar dugaanku. Azam menghilang entah kemana. Hanya omelan tak berujung ketika kuceritakan apa yang telah kuperbuat demi menunjukkan bukti cintaku pada Azam. 

"Kamu gila!" 

Mbem tak henti-hentinya memaki dan aku hanya menangis. 

"Satu lagi jatuh korban penipuan dunia maya," kata Mbem lirih hampir tak terdengar. 

Tamat. 
Taiwan,160512

0 Suara:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites